Total Tayangan Halaman

Sabtu, 10 Desember 2011

PENEGAKAN HUKUM CYBERPORN DAN PERLINDUNGAN ANAK

PENEGAKAN HUKUM CYBERPORN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Kembali, sebuah video porno beredar. Tidak tangung-tanggung, aktor dan aktris dalam video porno tersebut (mirip) Ariel, sang vokalis Band Papan atas negeri ini, yaitu Peterpan. Sementara aktrisnya juga tidak kalah populernya karena merupakan model dan presenter top, yaitu (mirip) Luna Maya dan Cut Tari. Itulah sebabnya video ini begitu bombastis di masyarakat maupun media, baik media lokal, nasional bahkan internasional. Mungkin kalau pemerannya bukan atau tidak mirip dan tidak se-ngetop mereka, akan lain jalan ceritanya. Sebab berdasarkan data Gerakan Jangan Bugil Depan Kamera yang sempat sosialisasi di Babel bulan Oktober tahun lalu, pada tahun 2007 (Mei) ditemukan 500 lebih mini video porno Indonesia di internet. Sedangkan pada tahun 2008 meningkat jumlahnya menjadi 700 lebih. Pada saat itu tidak pernah ada yang membahas atau meributkannya, secara sosial maupun hukum. Walaupun ada, mungkin hanya riak-riak kecil saja.

Jika ingin jujur, adil dan serius dalam penanggulangan masalah ini, tentu ratusan lebih kasus di atas harus diungkap juga. Pertanyaannya, mampukah mengungkap cyberporn (pornografi/pornoaksi via internet) ? Dulu sewaktu UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) masih menjadi RUU, saya pernah menulis opini tentang Hukum Vs Cyberporn yang intinya, negara sah-sah saja mengkriminalisasi berbagai bentuk cyberporn. Namun tugas sangat penting berikutnya adalah apakah mampu mengimplementasikannya ? Apakah aparat penegak hukum kita memiliki SDM dan sarana prasarana yang maksimal ? Apakah UU ITE sudah terharmonisasi dengan aturan regional dan internasional ?

Pertanyaan-pertanyaan di atas baru bicara tentang upaya-upaya yang harus dilakukan melalui pendekatan hukum. Bagaimana dengan pendekatan non hukum yang selama ini sering kita abaikan. Padahal pendekatan non hukum lebih efektif karena bersifat preventif, yaitu techno prevention, pendekatan budaya/kultural, pendekatan moral/edukatif, pendekatan global/kerjasama internasional dan pendekatan ilmiah. Pendekatan inilah yang harus dimaksimalkan pelaksanaannya.

Beredar Luas Tanpa Batas


Video porno ini kini sudah beredar luas, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Di dunia nyata sudah banyak beredar melalui kepingan CD/DVD yang harganya bisa puluhan ribu rupiah. Bagaimana peredaran di dunia maya ? Tentu lebih hebat lagi, karena penyebarannya tidak perlu sembunyi-sembunyi karena takut dirazia. Penyebarannya pun cepat dan mudah. Konsumennya bisa mengaksesnya di warnet, Laptop dan komputer yang terhubung internet atau bahkan cukup dengan HP saja. Dunia maya adalah dunia tanpa batas yang melewati lintas negara. Sekali anda memasukkan data ke internet, maka berbagai mesin pencari, seperti Google akan langsung menyimpannya dan akan dapat diakses dimana pun, kapanpun dan oleh siapa pun.

Saya masih ingat betul perkataan Peri Umar Farouk (Koordinator Gerakan Jangan Bugil Depan Kamera), bahwa anda jangan sekali-sekali bugil depan kamera, karena ketika foto/video itu ter-save ke internet, maka pertobatan anda tidak akan pernah diterima oleh internet, karena sangat sulit untuk menghapusnya dari dunia maya. Jadi sekali lagi jangan pernah mencobanya.

Jeratan Hukum


Masalah pornografi dan penyebarannya sudah banyak diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti dalam KUHP, UU Telekomunikasi, UU Perfilman, UU Pers, UU Pornografi dan UU ITE. Terkait kasus cyberporn UU ITE mengaturnya lebih jelas dan eksplisit, yaitu dalam Pasal 45 jo Pasal 27 ayat (1), bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Lindungi Anak-Anak


Minimnya sosialisasi cara penggunaan, cara menghindari dampak negatif dan kurangnya perangkat filter, mengakibatkan pornografi internet (cyberporn) semakin mudah ditemukan oleh anak-anak dan siswa-siswa sekolah. Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan anak-anak mengakses pornografi, baik melalui internet sekolah maupun dirumah sendiri. Pertama, kurangnya pengawasan, pendidikan dan pembinaan dari guru/orang tua kepada siswa/anaknya tentang bagaimana penggunaan internet yang sehat, manfaat internet dan dampak negatif serta cara menghindarinya; Kedua, sikap ketertutupan dari guru/orang tua kepada siswa/anak-anak tentang sex education, akibatnya rasa penasaran yang begitu besar dicari jawabannya di luar sekolah/rumah, seperti di warnet; Ketiga, guru/Orang tua yang gagap teknologi (gaptek), sehingga hanya memenuhi kebutuhan internet disekolah atau untuk anak di rumah/dikamar, tetapi guru/orang tua sendiri tidak menguasainya, bahkan tidak mengetahui dampak negatif internet; Keempat, kurangnya upaya proteksi oleh guru/orang tua yang memiliki internet disekolah/di rumah atau di kamar anak-anak, yaitu tidak melengkapinya dengan software untuk memblokir situs-situs porno; Kelima, orientasi keuntungan finansial para pemilik warnet, sehingga siapa pun bisa menyewa internet termasuk anak-anak atau remaja, bahkan pada jam-jam sekolah. Selain itu ruangan tertutup yang tersedia diwarnet menjadikan anak-anak merasa nyaman dan aman untuk membuka situs-situs porno; Keenam, murahnya biaya untuk dapat mengkonsumsi bahkan memiliki foto-foto atau video porno dengan cara mendownloadnya dari sebuah situs porno dan menyimpannya pada disket, CD atau flashdisc; dan Ketujuh, sikap keterbukaan masyarakat, termasuk orang tua yang sedikit demi sedikit tidak menganggap tabu hal-hal yang bersifat pornografi. Akibatnya kontrol sosial menjadi berkurang terhadap pornografi.

Berbagai penyebab di atas mengingatkan kita, bahwa adanya akses internet harus diiringi pula denan peningkatan kualitas dari para siswa/anak dan orangtua, guru atau masyarakat yang menjadi user dari internet itu sendiri. Sehingga internet dapat menjadi media teknologi yang sehat dan bersih dan bukan menjadi media yang akan menimbulkan masalah sosial baru yang berdampak negatif luas bagi anak-anak. Kasus video (mirip) Ariel, Luna Maya dan Cut Tari ini kiranya menjadi kasus yang terakhir, sehingga lingkungan kita dan anak-anak kita bersih dari pornografi. Amiiin......

(OPINI BANGKAPOS 18 JUNI 2010)

Written By : Dwi Haryadi, S.H.,M.H.
Dosen FHIS UBB
 
Link:http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=PENEGAKAN%20HUKUM%20CYBERPORN%20
DAN%20PERLINDUNGAN
%20ANAK&&nomorurut_artikel=440

Tidak ada komentar:

Posting Komentar